Rugby untuk Indonesia

Selama satu bulan terakhir saya menyaksikan Rugby dimainkan di tingkat SMA. Dimulai dari pekenalan Rugby di SMA Santa Maria Surabaya pada tanggal 12 November kemarin, hingga turnamen Rugby sevens antar SMA di Jakarta selama tiga minggu berturut-turut: 12, 19 dan 26 November kemarin. Ada beberapa kesimpulan menarik yang saya bisa ambil setelah menyaksikan beberapa hal tersebut.

Perkenalan Rugby di Surabaya sudah di tulis oleh sahabat saya Tito  di website Jakarta Banteng Rugby Club. Hanya dengan satu jam kelas teori di kelas dan empat jam di lapangan, anak SMA Santa Maria Surabaya dan sekitar 12 pemain club Surabaya Rugby yang baru saja dibentuk langsung bisa mengerti permainan rugby dan langsung terlihat potensi yang sangat besar di mereka. Tito, saya dan Daniel yang membantu mereka saat itu yakin suatu saat Surabaya akan menjadi rival berat Jakarta Banteng Rugby Club.

 

 

Di lain cerita, pada turnamen Rugby Sevens antar SMA di Jakarta, club Brawijaya Bastards yang merupakan anak SMA Pangudi Luhur berhasil mendapatkan Juara Bowl (peringkat 5) di turnamen ini. Mereka berhasil mengalahkan sekolah sekolah internasional yang sudah berlatih atau mengenal Rugby sejak dulu. Brawijawa Bastards sendiri baru memulai latihan mereka sekitar dua bulan yang lalu dan mereka hanya berlatih sendiri di lapangan kecil yang kosong dengan dua bola rugby. Mereka cuma sempat berlatih dengan Jakarta Banteng sekitar 4 kali latihan dan setelah itu mereka terus latihan sendiri. Bagaimana mereka bisa menang? talents? luck? or else?

I personally think Indonesian have enormous potential in Rugby. Why?

Argumen pertama: Tidak seperti Sepak bola atau Bola Basket yang untuk dribble membutuhkan skill, Rugby dimainkan dengan bola digenggam atau dipeluk dan kita berlari dengan bola ini. Berlari merupakan dasar permainan Rugby. Kita tidak perlu belajar banyak hal untuk mulai bermain Rugby kan?

Salah satu pemain Rugby idola saya adalah Shane Williams, pemain Rugby Profesional yang membela tim nasional Wales. Dengan tinggi 170 Cm dan berat 80 Kg, Shane meraih permain terbaik dunia tahun 2008 yang dianugerahkan oleh International Rugby Board (IRB).

Di Rugby, Size does not matter, but speed does! – Orang Indonesia pasti cocok!

photo by: anne laure

Argumen kedua: Rugby bukanlah olahraga kekerasan dimana tubrukan keras diwajibkan dan menjadi inti permainan. Tujuan permainan rugby adalah mencapai poin sebanyak banyaknya dengan membawa bola ke garis terakhir pertahanan lawan. Caranya? kita harus menghindari lawan dan bekerjasama dengan team untuk berhasil membawa bola ini. Kita justru mencari cara untuk menghindari tackle musuh, bukan menabrak musuh! Apabila di American Football kita menyaksikan semua pemain terlihat ingin memakan pemain lawannya, di Rugby kita berjuang secara team untuk membawa bola ke garis musuh. Common goal  lebih penting daripada individual ego. Di Rugby, suatu permainan yang indah dan dihargai adalah saat melihat pemain berhasil meliuk-liuk ditengah kejaran musuhnya, bukan disaat mereka ‘terpaksa’ harus bertubrukan saat tackle terjadi.

Jadi permainan ini tidak untuk menunjukkan siapa yang paling kuat, melainkan siapa yang bisa menghindar dari kejaran musuh. Bola adalah median yang menandakan siapa yang harus dikejar. ingat, hanya si pembawa bola yang boleh di tackle. Jadi kalau punya badan besar bukan berarti punya bakat main rugby! justru yang kecil dan bisa lari kencang lah yang dibutuhkan dalam rugby! Siapa yang bisa menangkap pemain yang gesit ini?

photo by: anne laure

Inget permainan tradisional Gobak Sodor / Galasin / Galah asin? Seru kan menghindari teman yang bertugas menjaga garis nya? Apakah pemain bertubuh besar cocok bermain Galasin?

Pernah main kejar kejaran? seru kan saat dikejar teman atau mengejar teman? the thrill and excitement? Gampang kah mengejar pemain yang kecil dan gesit?

Cocok dong untuk orang Indonesia? 🙂

Argumen ketiga: Selain kerjasama team, Rugby menuntut disiplin yang sangat tinggi. Disaat permainan ini banyak terjadi benturan, dibutuhkan peraturan yang sangat tinggi untuk mengatur agar permainan tetap aman dan berlangsung lancar. Disaat olahraga lain diatur dengan peraturan (rules), Rugby memiliki hukum (laws) yang mengatur. Wasit memiliki wewenang penuh untuk mengatur jalannya pertandingan. Pemain yang boleh berbicara dengan wasit hanyalah kapten team dan itu juga harus meminta ijin terlebih dahulu. Berlebihan? saya rasa tidak.

Dengan disiplin yang sangat tinggi inilah pemain Rugby dididik. Disiplin dari latihan, pemanasan dan bahkan perilaku di dalam dan di luar lapangan. Disiplin ini juga didukung dengan rasa hormat (respect) yang tinggi terhadap semua pemain, dan juga kapten team sebagai pemimpin.

*One team, for one purpose..

On a personal note, I would like to add my story. Saya sudah mencoba banyak olahraga selama ini, dari team sports seperti Bola Basket, Sepak Bola, Volley hingga olahraga beladiri seperti Karate (Saya sabuk hitam DAN I), dan disiplin yang dituntut dalam Rugby merupakan penggabungan itu semua. Bayangkan team sports yang menuntut disiplin sangat tinggi seperti disiplin bela diri. Disiplin inilah yang saya rasa bagus sekali dikembangkan di anak Indonesia. Apabila mereka belajar pentingnya kerjasama team, didukung oleh disiplin yang tinggi, saya yakin hasilnya akan bagus sekali.

Penutup tulisan ini, sekaligus janji saya pribadi, adalah lebih giat lagi memasukkan Rugby ke sekolah sekolah Indonesia. Saya mengenal Rugby 7 tahun yang lalu dan merasa banyak sekali Rugby telah membantu saya mengenal hidup dan mengajarkan banyak hal ke saya. Seandainya banyak anak Indonesia yang mengenal Rugby dan kemudian hal ini merubah hidup mereka, saya akan senang sekali.

“Rugby is a gentlemen sports”  nuff said..

Advertisement

3 thoughts on “Rugby untuk Indonesia

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s